PANDUGA.ID, SEMARANG – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mendesak DPR segera menindaklanjuti pernyataan Presiden Jokowi tentang presiden boleh kampanye dan memihak dalam pemilu.
Menurut Ketua YLBHI, Muhammad Isnur hari ini, pernyataan Jokowi itu adalah sikap berbahaya dan menyesatkan yang akan merusak demokrasi dan negara hukum.
Jika dibiarkan, kata Isnur, sikap ini akan melegitimasi praktik konflik kepentingan pejabat publik dan penyalahgunaan wewenang.
Isnur menyebut Pasal 281 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sudah diatur bahwa pejabat negara serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah kampanye.
“Sikap Jokowi itu juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, yang di dalamnya termaktub larangan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme),” jelasnya, Kamis (25/1/2024).
Sikap serupa YLBHI juga disuarakan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Presiden Jokowi kemarin menyatakan, bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak pada pemilu asalkan saat berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara.
Pernyataan Jokowi itu, mengacu pada UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 281 ayat (1) yang membolehkan presiden berkampanye.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menjelaskan, pernyataan Presiden itu sesuai UU dan bukan merupakan hal baru.
Ari meminta publik untuk melihat dalam sejarah pemilu pasca reformasi.
Presiden Megawati dan SBY ketika itu, kata Ari, juga berkampanye untuk partainya masing-masing.
“Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, apa yang disampaikan Jokowi memang sudah diatur dalam UU Pemilu,” terangnya.(CC-01)