PANDUGA.ID, SEMARANG – Pakar komunikasi Prof Rachmat Kriyantono memberikan nilai 8 kepada calon wakil presiden (awapres) nomor urut 03 Prof Mahfud MD saat tampil dalam debat cawapres kedua, Minggu (21/1/2024) malam. Menurutnya, Mahfud mampu menyampaikan gagasan, baik berupa program-program ke depan, maupun kritik terhadap kinerja pemerintah sekarang, termasuk menyampaikan data kuantitatif. C
“Debat Cawapres kemarin memang lebih kaya penyajian data dibanding debat cawapres yang pertama. Dari aspek logos (rasionalitas pesan dalam berdebat), Prof Mahfud lebih unggul, karena mampu menyampaikan rasionalitas gagasan yang lebih baik disertai data,” kata Prof Rachmat, Senin (22/1/2024).
Menurut Guru Besar Ilmu Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (Unibraw) ini, Prof Mahfud mampu menyampaikan gagasan secara lebih membumi dengan menyampaikan pengalaman-pengalaman nyata yang dilakukan sebelum ini. Prof Mahfud juga tampak lebih memiliki kesinambungan key-message, mulai opening speech hingga closing statement. Dalam hal ini mengangkat isu kerusakan akibat salah kelola sumber daya alam (SDA) maupun lingkungan hidup.
“Di awal sudah menyampaikan prinsip dasar peradaban, yakni pembangunan peradaban merupakan keterkaitan antara Tuhan, manusia, dan lingkungan alam. Isu perusakan SDA dan lingkungan selama ini menjadi key-message yang konsisten disampaikan selama debat hingga closing statement, termasuk menyitir ayat Alquran dan lagu Ebiet G. Ade tentang kerusakan bumi,” katanya.
Dari aspek ethos (kredibilitas), Prof mahfud lebih unggul dalam membangun keterpercayaan dan kompetensi, yakni dengan menyampaikan tindakan-tindakan konkret selama ini. Misalnya, persoalan tanah yang banyak disebabkan aparat dan birokrasi maka solusinya pun memiliki relevansi, yakni secara tegas menegakkan kualitas aparat tersebut.
“Debat merupakan sarana yang tepat untuk membangun persepsi positif bahwa kandidat ini adalah orang yang terpercaya (antara ucapan dan perbuatan) dan kompeten dengan menyampaikan pengalaman-pengalaman nyata,” paparnya.
Sedangkan, cawapres nomor 01 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menurutnya terkesan menonjol di mata publik bukan karena melebihi Prof Mahfud, tetapi karena Cak Imin mengalami gap yang besar antara debat pertama dan kedua. Ketika debat pertama, Cak Imin bisa dikatakan sangat jelek, baik dalam performance maupun dalam kualitas gagasan sehingga memperoleh sentimen negatif tertinggi.
“Di debat kedua, Cak Imin tampil lebih baik sehingga terkesan ada lompatan. Tidaklah heran jika Cak Imin dan Prof Mahfud mendapatkan sentimen positif yang tinggi,” jelasnya.
Sementara itu, cawapres nomor 03 Gibran Rakabuming Raka menunjukkan performa yang buruk sekali. Hampir tidak ada gagasan inovatif yang disampaikan oleh putra Presiden Joko Widodo ini.
Gibran banyak menyampaikan kembali program-program yang saat ini telah dan sedang berlangsung pada era pemerintahan Jokowi. Gibran lebih banyak menyampaikan hal-hal yang diulang-ulang, semisal banyak mengulang konsep hilirisasi.
“Termasuk beberapa kali terkena skak-mat. Misalnya, dia begitu enteng menjawab ‘dicabut saja izinnya’, di skak mat oleh Prof Mahfud bahwa hal itu pun tidak sesederhana yang dipikirkan, karena banyak mafia, termasuk sampai ranah pengadilan,” katanya.
Begitu juga ketika Gibran menjawab pertanyaan panelis terkait upaya dalam pengembalian tujuan reforma agraria yang sesuai dengan konstitusi. Gibran menyinggung soal program pembagian sertifikat tanah.
“Ada lagi skak-mat tentang sertifikasi, yang oleh Prof Mahfud disampaikan bahwa sertifikasi itu belum menjadi solusi karena masih adalah masalah redistribusi lahan yang lebih menjadi persoalan,” ujarnya.
Dan yang menurutnya lebih parah, berdasarkan aspek pathos (bagaimana bahasa verbal dan non verbal saat berdebat), beberapa bahasa verbal dan non-verbal Gibran bertendensi tidak etis, bahkan terkesan sombong dan menyerang personal.
“Misalnya ketika menanyakan bahwa ‘profesor kok tidak paham, kemudian berperilaku clingak-clinguk seakan merendahkan orang yang lebih tua, dengan berkata ‘saya sedang mencari jawaban Prof Mahfud, tapi tidak ketemu’. Mestinya, cukup dengan berkata Anda belum menjawab pertanyaan saya,” ungkapnya.
Selain itu, dirinya juga mencatat setidaknya tiga kali Gibran melakukan pelanggaran aturan debat, yakni berbicara sambil meninggalkan podium, dan menyampaikan istilah-istilah asing atau tidak populer yang masing-masing ditujukan untuk Prof Mahfud dan Cak Imin. Namun, Prof Mahfud mampu menjawab tanpa bertanya definisi istilah yang disampaikan Gibran itu.
“Berdasarkan ketiga aspek tersebut, Prof Mahfud 8; Cak Imin 7; Gibran 5,” pungkasnya. (CC-01)