PANDUGA.ID, SURAKARTA – Ekonom yang juga mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut kondisi ekonomi Indonesia banyak didukung oleh permintaan dalam negeri yang cukup besar.
“Kita banyak didukung oleh domestik demand, asal permintaan domestik masih kuat, maka kita otomatis nggak terlalu khawatir,” kata Wimboh saat menghadiri acara Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Surakarta, Selasa (26/12/2023).
Meski demikian, secara umum krisis ekonomi akibat COVID-19 hingga saat ini belum selesai.
Ia mengatakan COVID-19 memberikan dampak yang luar biasa pada sektor ekonomi.
“Yang jualan nggak ada yang beli, yang biasanya jasa pengangkutan nggak ada yang naik, tourism kolaps, termasuk mal dan hotel. Semua sendi ekonomi runtuh di COVID-19,” jelasnya.
Pada saat itu, perekonomian disangga oleh APBN supaya orang bisa tetap makan.
“Seluruh dunia defisitnya membengkak, Inggris defisit lebih dari 10 persen, Indonesia 6,3-6,7 persen. Padahal di undang-undang hanya mengatakan 3 persen,” terangnya.
Menurutnya, ketika pandemi COVID-19 dinyatakan selesai, banyak orang yang sebelumnya tidak bisa berbelanja karena ada pembatasan menjadi lebih konsumtif dengan membelanjakan uang yang selama COVID-19 mereka tabung.
Akibatnya, suplai tidak bisa memenuhi permintaan karena industri perlu waktu kembali mempekerjakan tenaga kerja yang sempat dirumahkan.
“Pabrik untuk hidup kembali butuh waktu, hotel dibersihkan dan itu butuh waktu. Sehingga dalam ilmu ekonomi permintaan terlalu besar pasca-COVID, supply chain (rantai pasok) terganggu. Demand terlalu besar, suplai nggak ada sehingga inflasi tinggi,” terangnya.
Ia memprediksi pada 2024-2025 perekonomian dunia masih akan dihantui oleh ketidakpastian akibat dampak COVID-19 yang lukanya masih belum sembuh betul.
“Imbasnya supply chain terganggu, belum lagi tekanan perang, ekonomi dunia turun. AS juga akan turun ekonominya. Indonesia bisa terimbas karena hubungan dagang tergantung pada China dan AS,” paparnya.
Mengenai optimisme Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 5 persen, menurutnya harus ada kiat-kiat yang dilakukan.
Satu di antara caranya bagaimana sumber ekonomi baru mampu menyerap tenaga kerja.
“Selain itu, juga bagaimana bisa memberikan multiplier yang tinggi pada peningkatan pajak,” imbuhnya.