PANDUGA.ID, TANGERANG – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku kaget dengan dugaan kebocoran data pemilih dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Isu peretasan data (KPU) sangat mengagetkan dan sangat mengkhawatirkan,” kata Mahfud, Rabu (29/11/2023) lalu.
Mahfud meminta KPU bertanggung jawab dan mengambil langkah evaluasi dari peristiwa peretasan ini agar kedepannya dapat membangun sistem yang tidak mudah ditembus oleh peretas.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga mengimbau masyarakat Indonesia agar tidak melakukan peretasan dokumen negara.
Karena dokumen nasional menyangkut kepentingan masyarakat.
“Kali ini misalnya kita akan menggunakan data pemilu 2024 negara,” katanya.
Mahfud mengatakan KPU Indonesia masih punya waktu untuk memperbaiki sistemnya untuk mencegah potensi pelanggaran data pemilih terulang kembali.
Sebelumnya, seorang hacker dengan nama anonim “Jimbo” mengaku telah meretas situs kpu.go.id dan memperoleh data pemilih dari situs tersebut.
500.000 Sampel Data
Jimbo membagikan 500.000 sampel data yang berhasil ia peroleh melalui salah satu unggahannya di website BreachForums yang sering digunakan untuk jual beli hasil hacking.
Ia juga membagikan beberapa screenshot dari website kpu.go.id untuk memastikan keakuratan data yang diperoleh.
Dalam unggahan tersebut, Jimbo juga mengaku menemukan 204.807.203 data unik, sama dengan jumlah pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU RI yaitu 204.807.203.
Di antara data yang bocor, Jimbo memiliki informasi seperti NIK, nomor KTP, nama, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status perkawinan, alamat lengkap, RT, RW, bahkan kelurahan, dan kecamatan.
Data terjual seharga $ 74.000 atau sekitar Rp 1,1 miliar.
Pada tangkapan layar lainnya, Jimbo mengunggah foto mirip halaman situs KPU sebagai bukti dirinya telah meretas situs KPU.
Kepala Bidang Data dan Teknologi Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idrus mengatakan dirinya memastikan data 204 juta pemilih yang diduga bocor itu sudah final dan pihaknya perlu melakukan verifikasi dan investigasi untuk memastikannya.
“Pertama, kita harus melalui proses verifikasi. Kita perlu memahami detail data yang bocor dan formatnya, serta terus melakukan penyelidikan menyeluruh,” kata Betty.(CC-01)