PANDUGA.ID, SEMARANG – Tembakau ilegal terus marak di pasar digital atau marketplace.
Meski pemusnahan terus dilakukan, mereka terus bermunculan seperti jamur di musim hujan.
Atas situasi tersebut, pihak Bea Cukai Jateng DIY diminta terus mengambil tindakan.
Pada tahun 2023, Kanwil Bea Cukai Jateng DIY bahkan mengusulkan pelarangan sejumlah besar toko online di beberapa situs e-commerce.
Sedikitnya 250 lapak online diusulkan untuk ditutup.
Beberapa akademisi telah mengomentari topik ini.
Salah satunya Wakil Rektor Unimus Semarang Hardiwinoto.
Ia menjelaskan, perusahaan kecil pembuat rokok tidak mampu membayar pita cukai.
Sebab, omset tahunan produsen rokok kecil tidak melebihi Rp 500 juta.
Situasi ini mendorong produsen tembakau ilegal untuk menjual produknya.
“Untuk itu kami berharap produsen rokok yang belum legal bisa diserap oleh pemerintah,” ujarnya, Senin (27/11/2023) lalu.
Pelabelan dan fasilitas lainnya harus diberikan kepada produsen rokok skala kecil.
Karena produsen tersebut terpaksa melegalkan produknya dengan harga pajak penjualan.
Selain itu, pita cukai juga harus dibayar di muka yang biayanya bisa mencapai miliaran rupiah.
“Kalau punya modal pasti bisa beli cukai, tapi bagi yang punya modal kecil akan kesulitan,” kata Haldiwinoto.
Ia menambahkan, kenaikan cukai sebenarnya bermanfaat.
Hal ini berlaku jika membeli pita cukai melebihi jumlah produksi rokok.
Karena selisih harga menjadi keuntungan bagi produsen rokok setiap tahunnya.
“Namun produsen rokok tersebut harus mempunyai modal yang besar,” jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa tembakau dapat diartikan sebagai sebuah paradoks.
Itu karena terminologi merokok di Indonesia menyebutkan bahwa merokok akan membunuhmu.
Dan banyak perokok yang percaya bahwa mereka tidak meninggal karena merokok.
“Pemerintah melarang tembakau karena alasan kesehatan, tapi pemerintah juga menginginkan produk tembakau tetap diproduksi,” tambahnya.(CC-01)