PANDUGA.ID, JAKARTA – Bawasul menyatakan definisi politik identitas sebagai salah satu isu strategis pada pemilu 2024.
Hal tersebut diungkapkan Totok Hariyono, Anggota Bawaslu RI, Sabtu (25/11/2023) lalu.
“Isu strategis tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Yang berubah hanya kualifikasinya. Isu seperti politik identitas, politisasi identitas, dan lain-lain, tetapi rumusannya belum jelas,” kata Totok.
Totok menjelaskan hasil rekomendasi dan tindak lanjut Focus Group Discussion (FGD) pencegahan politisasi SARA yang dilakukan Bawaslu bekerja sama dengan kelompok lintas agama, mengidentifikasi identitas berdasarkan temuan penelitian oleh sejumlah ahli.
“Politik identitas hasil pengembangan kesepakatan forum antaragama menyatakan bahwa politik mengacu pada identitas, kepribadian, keyakinan, dan/atau budaya tertentu,” jelasnya.
Politisasi identitas, sebaliknya, merupakan upaya penggunaan politik identitas untuk kepentingan politik tertentu yang dapat menyinggung, menghasut, atau memecah belah anak bangsa, lanjutnya.
“Yah, politik identitas tidak boleh! Ketika identitas itu diberikan (diberikan) oleh Tuhan. Kita tidak bisa bertanya di mana kita dilahirkan, apa etnis kita, dan sebagainya. Hanya saja, kita tidak bisa membiarkan identitas dipolitisasi untuk kepentingan tertentu,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Ketahanan Ekonomi, Sosial dan Budaya Ditjen Polpum Kemendagri Aang Witarsa Rofik mengungkapkan kebingungannya mengenai definisi netralitas menurut ASN.
“Alasannya ASN harus netral, tapi dari segi hak, ASN juga berhak memilih secara politik,” ucapnya.
Ia mengimbau agar netralitas ASN tidak bisa disamakan dengan netralitas TNI/Poli yang tidak punya hak pilih.
“Nah, netralitas ASN masih menjadi perdebatan,” tutupnya.(CC-01)