PANDUGA.ID, JAKARTA – Para pemuka agama, aktivis, tokoh budaya, dan akademisi berencana melaporkan pelanggaran pemilu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawasl).
Kuasa hukum pelapor, Denny Indrayana, mengatakan Pilpres 2024 harus dilindungi dan diselamatkan dari beban penyimpangan moral akibat skandal pengadilan keluarga.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menilai putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batasan usia capres-cawapres mengandung pelanggaran etik berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim.
Sebagai pemilih yang menilai politik moral berdasarkan nilai-nilai kebenaran, dibandingkan politik elektabilitas yang hanya menghitung kemenangan, Denny meyakini berbagai elemen tokoh agama, sosial, aktivis, dan akademisi akan terus mendukungnya.
“Termasuk dalam waktu dekat kami akan mengajukan laporan pelanggaran administrasi kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),” kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/11/2023).
Denny mengatakan para tokoh yang sudah bergabung adalah Abraham Samad, Anita Wahid, Busyro Muqoddas, Butet Kartaredjasa, Danang Widoyoko, Erros Djarot, Faisal Basri, Franz Magnis Suseno, Goenawan Mohamad, Julius Ibrani, Sulistyowati Irianto, Usman Hamid, dan Wanda Hamidah.
Ahli yang bergabung yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, Susi Dwi Harijanti, Titi Anggraini, dan Zainal Arifin Mochtar.
“Penyampaian laporan ini untuk memastikan proses Pilpres 2024 dilaksanakan dalam koridor moral, jauh dari kebijakan moneter dan praktik politik yang korup, serta bersifat netral sebagaimana ditegaskan. Kami yakin bahwa hal itu dilakukan dengan jujur dan adil, dan tidak dengan cara yang diabadikan dalam Konstitusi,” tegasnya.
Ia menjelaskan, para tokoh agama, aktivis, budayawan, dan akademisi juga mendorong agar MK segera memutuskan permohonan uji formil dan materiil yang sekarang terdaftar dan kembali menyoal konstitusionalitas Putusan 90.(CC-01)